10 September 2008 |

Saya Terjangkit Penyakit "Deadliners" Kronis

Sebenarnya sudah sejak lama saya mengetahui bahwa saya terkena penyakit deadliners namun saat itu saya masih merasa dalam batasan yang wajar. Hingga akhirnya kejadian ini terjadi :(.

Tunggu dulu, mungkin sebagian dari Anda belum mengetahui apa itu penyakit deadliners dan apa ciri-ciri pengidap penyakit tersebut.

Saya akan coba jelaskan mengenai penyakit ini secara gamblang. Penyakit deadliner merupakan istilah yang saya gunakan untuk menyebut orang-orang yang terbiasa menunda pekerjaannya hingga saat-saat terakhir (deadline). Dan fakta yang menyedihkan bahwa saya termasuk di dalamnya sudah saya ketahui sejak beberapa waktu yang lalu.

Ciri-ciri pengidap penyakit deadliners:
1. Selalu merasa masih banyak waktu sebelum tenggat, sekalipun tinggal hitungan menit
2. Jika ada teman yang sedang mengerjakan tugas, sambil berlalu mengatakan "santai aja, kaya' gak ada besok aja"
3. Waktu 30 menit sudah dirasa cukup untuk berangkat ke tujuan yang jauhnya masih dalam tahap kira-kira
4. Ntar, tunggu, nanti merupakan kata-kata favoritnya
5. Merasa senang dan bangga apabila bisa menyelesaikan sesuatu di saat-saat terakhir, dan tetap mengulanginya lagi
6. Senang olahraga jantung dengan memacu adrenalin lebih cepat kadang di saat yang tidak tepat

Ciri-ciri diatas masih dalam tahap diagnosa sementara saya, belum merujuk ke beberapa pasien lainnya yang saya yakini bahwa jumlahnya cukup banyak diluar sana.

Peringatan, jangan sampai Anda terkena penyakit deadliners, jika muncul gejala-gejala segera basmi dengan mendisiplinkan diri dan menghargai waktu.

Saya mengetahui penyakit "deadliners" saya sudah sampai kondisi kronis berawal dari panggilan dari Astra International untuk melakukan psikotes sebagai jawaban dari lamaran yang pernah saya kirim. Satu hari sebelum jadwal psikotes saya sempatkan bertandang ke markas Astra International di daerah Sunter II, Jakarta Barat. Saya memutuskan berangkat pada jam 3 sore dengan kendaraan umum yang masih status kira-kira aja. Dalam perjalan saya sempat beradu pendapat dengan kenek mikrolet yang bilang bahwa kantor Astra udah kelewatan, namun saya tetap dengan keyakinan klo kantornya belum terlewati. Akhirnya datang seorang mbak baik *sayang saya belum sempat menanyakan namanya* yang memberi tahu saya bahwa kantor Astra masih di depan, turun di Podomoro terus masuk ke dalam.

Alhasil sampailah saya di kantor Astra Intenational setelah bertanya sana-sini, dan dengan bangga pulang dengan keyakinan bahwa kantor Astra ternyata deket dari tempat tinggal saya -di Kebon Jeruk-. Segera saya menyiapakan dokumen dan berkas yang dibutuhkan lengkap dengan pensil HB. Namun karena takut penyakit saya yang lain (bangun kesiangan) kumat, saya memutuskan untuk tidak tidur semaleman. Alhasil saya bangun kesiangan, padahal saya sempat membuka mata ketika subuh menjelang dan shalat subuh sebelum akhirnya mencoba untuk tidur-tiduran sejenak dengan alarm yang sudah dipersiapkan. Sambil melihat jam saya berencana berangkat jam 6, namun saya berpikir bahwa menunda 30 menit lagi tidak menjadi masalah. Dan ternyata dugaan saya tepat, saya terlambat bangun. Saya bangun jam 6.30 sementara jadwal psikotes jam 7.

Dengan berat hati memutuskan berangkat beres-beres langsung cari kendaraan umum, namun sayangnya kemacetan menuju Ciputra Land yang memaksa saya untuk gigit jari. Sempat diselimuti kebimbangan antara melanjutkan perjalanan atau membatalkannya. Tapi otak hati nurani saya memutuskan untuk tetap berangkat dengan alasan niat yang sudah terlanjur terucap.

Singkat cerita saya sampai juga di kantor Astra International. Tepat waktu? tentu tidak, saya sampai pukul 9 teng-teng. Sesampainya disana saya masih berharap dapat diterima untuk tes, tentunya dengan wajah melas yang sudah saya persiapkan. Setelah diberitahu lokasi tes oleh pak satpam, saya bergegas ke lokasi tes, sambil tetap memasang muka melas. Sampai di ruang tes saya langsung di suruh duduk. Haha, jangan mengira untuk di tes. Saya disuruh duduk agar tidak mengganggu peserta tes lainnya yang sedang mengerjakan lembar soal. Beberapa waktu kemudian pengawasnya menghampiri saya sambil bertanya, "jadwal tesnya jam berapa mas?", "jam 7 pak" jawab saya dengan lesu. "klo dalam tahap ini belum ada yang terpilih, mas akan dijadwal ulang saja", "baiklah pak" jawab saya bodoh tanpa pikir panjang, lalu pulang tanpa hasil dengan perasaan tidak menentu.

Tapi yang saya heran, saya pulang tanpa beban dan merasa senang-senang saja walaupun saya belum berhasil mengikuti tes, saya merasa pasti ada manfaat yang bisa saya dapat dan rangkum dari perjalanan dan peristiwa tersebut. Paling tidak kalau ada yang bertanya dimana kantor Astra International saya bisa menjawabnya dengan yakin *karena sudah dua kali kesana* :D.

Sampai saat catatan ini saya publish, saya belum menerima panggilan re-schedule tes :((

5 comments:

  1. Yeeeyyyy, Pertama yang komen! hehhe

    dasar dodol!! katanya haus? huuuu~ *bcandaaaaa*

    Komen apa ya? wong aku pun punya Penyakit yang sama ko'. Menurut dvan, sesama pasien penyakit Deadliners stadium empat. mmm...yang pasti efek yang paling menyebalkan dari ini semua adalah, kita jadi gag peka sama hal2 penting dan hal2 detail.

    "Yang penting sudah melewati", pernyataan yang lambat laun bisa membunuh kita , bahkan buat kita menjadi ZOMBI alias mayat hidup. Ngerjain sesuatu gag pake hati, hanya pake emosi. Emosi pengen cepet selese di detik terakhir. Rugi !

    Kok jadi sedih ya?? ah Angga, sebetulnya tulisan ini ga seharusnya dvan baca. Ngrasa ketampat, Skripsi belom kelar2...

    tapi yasudahlah. yang penting udah menggugurkan janji.


    titik dua spasi buka kurung

    ReplyDelete
  2. diubah


    titik dua spasi tutup kurung

    ReplyDelete
  3. wah mbak devan jadi orang pertama yang menapakan komennya di blog saya

    mungkin tar kita bisa saling bertukar pikiran mengenai ciri-ciri deadliners yang perlu ditambahkan :D

    titik dua kurung buka :)

    ReplyDelete
  4. buat apa ada alarm mas.....
    kalo telat itu mah bukan deadliner....
    tapi keboerz... wkwkwkwk

    ReplyDelete
  5. Cape bgt ngomongin Deadliners, kalo ditinjau 60 % rekan mahasiswa saya di kampus memiliki penyakit yang sama offcourse including me... saya sudah sering menganggap pekerjaan tersebut sebagai sesuatu yang pasti bisa diselesaikan dalam waktu bla..bla.. bla.. Namun pada kenyataannya semuanya berubah sekalut dengan waktu yang menjadikan kita begadang-dang di hari2 penentuan... Apa boleh buat. sifat deadline sudah menjadi bagian dari hidup saya...

    tapi hal tersebut bukan penyakit yang tidak dapat disembuhkan... penyembuhan nya ya salah satunya yang paling mujarab adalah dengan membuat jobdesk calender... pasti mujur.. tapi sayangnya obat tersebut kurang begitu berhasil untuk kalangan designer people, karena yang namanya ide kadang muncu kalo udah keburu waktu... jadi mungkin asalkan ada kemauan untuk menyelesaikan dan perhitungan yang cukup jitu.. Deadliners bisa dimaklumi...

    ReplyDelete

 
© 2008- - AnggaRifandi
#Arsenal #London #TechStartup #WebAddict #GrowthHacker